Senin, 27 Desember 2010

HASIL RAKER DEWAN PAROKI ST. ALOYSIUS GONZAGA-CIJANTUNG

Berikut ini adalah hasil Raker Dewan Paroki yang berlangsung dari tanggal 29-31 Oktober 2010. Hasil raker ini merupakan rumusan umum yang dihasilkan demi mewujudkan thema Raker yang juga adalah Misi Paroki tahun 2010 yad yaitu :
"BERSAMA MEWUJUDKAN TATA KELOLA PAROKI ST. ALOYSIUS GONZAGA YANG HIDUP, PEDULI DAN BERDAYA GUNA"

Rumusan umum itu tertuang dalam 5 bidang kerja. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut :

BIDANG PERIBADATAN
Peningkatan kualitas iman umat dengan lebih memahami arti dan tata cara liturgi yang baik.

Program yang akan dijalankan :
-Menyusun uraian tugas seksi Liturgi Lingkungan
-Pelatihan bagi seksi liturgi lingkungan
-Sosialisasi TPE
-Pelatihan-pelatihan Seksi Liturgi Paroki


BIDANG PEWARTAAN
Peningkatan kualitas iman umat melalui pendalaman Kitab Suci dan Bina Iman

Program yang akan dijalankan :
-Pelatihan dan pembekalan pemandu
-Rekruitmen/pelatihan bina iman
-Pengadaan buku panduan/kurikulum


BIDANG PELAYANAN
Peningkatan kualitas iman umat melalui pelayanan keluarga dan pelayanan kesehatan

Program yang akan dijalankan :
-Kunjungan keluarga oleh pengurus lingkungan dan Dewan Harian
-Menargetkan semua lingkungan sudah memiliki atau membentuk seksi kerasulan keluarga dan seksi kesehatan
-Membentuk paguyuban Bapak/Ibu
-Membentuk lembaga donasi di lingkungan untuk mendukung aksi sosial/bea siswa
-Membentuk koperasi paroki
-Seminar dan penyuluhan kesehatan


BIDANG PERSEKUTUAN-PERSAUDARAAN
Mengupayakan dan lebih mendorong peran serta umat untuk terlibat secara aktif dalam kehidupan bermasyarakat di sekitarnya

Program yang akan dijalankan :
-Memberdayakan umat Katolik di paroki Cijantung, melalui peran serta lingkungan untuk terlibat aktif dalam kegiatan hidup bermasyarakat

BIDANG KEPEMUDAAN
Meningkatkan kualitas iman kaum muda sehingga menjadi anggota Gereja yang mandiri dan bertanggung jawab melalui pendampingan dan memberikan kesempatan ambil bagian dalam kegiatan menggereja

Program yang akan dijalankan :
-(bersama ketua lingkungan) Memberdayakan OMK di semua lingkungan

Sementara ini Tim perumus masih merampungkan detail program yang mengarahkan kita pada konsep umum raker seperti yang dirumuskan di atas, untuk itu mari kita saling membantu agar rencana kerja tahunan ini akan terwujud yang kick off -nya akan dimulai pada Januari 2011

BELA RASA, JATI DIRI MANUSIA SEJATI - Renungan Natal Mgr Ign. Suharyo

KOMPAS.com - Akhir-akhir ini sering dapat dibaca, dilihat, dan didengar di media massa ulasan mengenai watak atau karakter bangsa. Tidak sedikit pula seminar yang diadakan mengenai topik itu.

Dalam salah satu seminar yang diadakan di Semarang dikatakan dengan lugas bahwa kondisi (sebagian) bangsa kita cenderung mengarah pada karakter Kurawa (Kompas, 28 November 2010), yang dalam pengertian umum berarti jelek, jahat, licik, serakah, arogan, culas, tidak punya hati—semuanya demi kekuasaan, kemenangan, dan keuntungan.

Dalam kisah kelahiran Yesus dapat juga dijumpai pribadi-pribadi yang berwatak serupa. Yang paling menonjol adalah Herodes Agung. Ia adalah orang yang begitu gila hormat dan kuasa, sampai-sampai ia memusnahkan silsilahnya untuk menghapuskan jejak jati dirinya yang sesungguhnya.

Setiap orang yang dianggap mengancam kepentingannya disingkirkan, termasuk istri dan anaknya. Inilah yang menjadi latar belakang kisah pembunuhan anak-anak yang diceritakan dalam Mat 2:16-18. Masih bisa disebut nama lain, yaitu Arkhelaus (Mat 2:22), anak Herodes Agung.

Watak serakahnya ada di belakang kisah perumpamaan mengenai uang mina (Luk 19:11-27). Ia dinobatkan menjadi raja oleh Pemerintah Romawi, tentu dengan suap yang hebat karena rakyatnya sendiri sebenarnya membenci dia. Oleh karena itu, ketika berhasil menjadi raja, ia memeras rakyat, tentu dengan maksud untuk memperoleh kembali uang yang ia gunakan untuk menyuap.

Jati diri batin
Yesus yang lahir dapat dipandang sebagai kontras terhadap pribadi-pribadi seperti itu. Ia lahir di palungan karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan (Luk 2:7). Kendati tempat kelahirannya menurut pendapat umum tidak terhormat, pribadinya tetaplah mulia. Bukan tempat lahir yang menentukan jati diri atau kehormatan seseorang, melainkan diri batinnya.

Ia lahir dari garis yang sering disebut sisa Israel yang menghayati spiritualitas orang-orang miskin Allah. Mereka adalah orang-orang yang hidup berdasarkan janji, setia pada cita-cita awal yang mulia untuk menjadi umat yang hidup menurut jalan-jalan Tuhan.

Dalam bahasa sehari-hari, mereka ini adalah orang-orang yang tidak pernah kehilangan idealisme awal dan tidak pernah mau menggantinya dengan sekadar kekuasaan, gengsi, atau apa pun yang lain. Mereka bukan orang-orang oportunis atau sekadar puas dengan citra lahiriah.

Orang-orang miskin Allah ini adalah orang-orang yang sungguh beriman, bukan sekadar taat beragama. Mereka tidak seperti kaum Zelot yang dengan alasan mencintai hukum Allah, dengan tangan dingin membunuh orang-orang yang mereka anggap mengkhianati Allah.

Mereka juga tidak sama dengan orang-orang Farisi yang dengan dalih agama menindas dan menganiaya yang mereka anggap orang-orang pendosa. Mereka juga bukan seperti orang-orang Esseni yang membenci sesama warga bangsa dengan dalih agama.

Kelompok-kelompok yang disebut terakhir ini adalah orang-orang yang merasa bahwa Allah di pihak mereka, tetapi nyatanya mereka tidak mampu mengambil bagian dalam bela rasa Allah kepada manusia, padahal bela rasa sifat Allah yang utama (Luk 6:36; 2 Kor 1:3).

Dalam arus spiritualitas orang-orang miskin Allah inilah Yesus lahir, bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada padanya (Luk 2:40). Selanjutnya pada waktunya Yesus akan mengatakan, ”Hendaklah kamu murah hati (berbela rasa, compassionate) seperti Bapamu adalah murah hati” (Luk 6:36).

Bela rasa inilah yang ditunjukkan Yesus sejak lahir sampai akhir hidupnya sebagaimana dapat dibaca dalam Injil. Berkali-kali dikatakan bahwa Yesus tergerak oleh bela rasa (Mt 14:14; Mrk 6:34; Luk 7:13). Bela rasa adalah jati diri batinnya.
Tergerak oleh bela rasa menunjuk pada inti pribadi, diri batin, pusat hidup manusia yang paling dalam atau dalam satu kata: hati. Dari hati itulah semua yang baik, menyejahterakan, yang menyelamatkan berasal, tumbuh, dan berkembang.

Di tengah-tengah masyarakat yang dikuasai oleh herodes-herodes yang berwatak Kurawa itulah Yesus lahir, bertumbuh dan berkembang. Dia menjadi terang besar yang datang ke tengah-tengah dunia yang gelap (bdk Yoh 1:9).

Selain Yesus yang dengan bela rasanya menjadi Sang Terang, ada terang-terang kecil lain yang juga bersinar. Mereka adalah orang-orang majus dari Timur yang langkah-langkahnya dipimpin oleh bintang (Mat 2:1-12).

Ada pula para gembala sederhana yang jalan-jalannya dituntun oleh malaikat (Luk 2:8-20). Mereka ini adalah kontras-kontras kecil, pribadi-pribadi yang jati dirinya tidak ditentukan oleh kekuasaan, kemenangan, dan keuntungan. Mereka ini adalah terang-terang kecil yang memancarkan Yesus Sang Terang yang sesungguhnya.

Terang-terang kecil seperti ini pun ada banyak tersebar di seluruh negeri kita tercinta: terang kecil itu tampak dalam diri sekian banyak relawan-relawati yang tanpa pamrih membantu saudari-saudara yang terdampak oleh bencana; dalam diri pribadi-pribadi yang berusaha membebaskan saudari-saudara mereka dari isapan lintah darat; dalam diri orang-orang yang dengan tekun mengusahakan pendidikan bagi masyarakat miskin atau terpencil; dan sekian banyak orang yang melakukan usaha mulia yang lain.

Mereka ini bekerja keras dan diam-diam dalam hati berkata, ”Aku bukanlah kekuasaan, kemenangan, atau keuntungan yang dapat kuperoleh; aku adalah hatiku yang kubagikan dalam bela rasa.”

Selamat Natal 2010.
I Suharyo
Uskup Keuskupan Agung Jakarta

Senin, 19 April 2010

SULITNYA MEMILIH KETUA LINGKUNGAN

Tahun 2010 ini paroki kita menghabiskan masa 'pemerintahan' dewan baik harian maupun pleno secara serentak dan akan memulai pemerintahan baru untuk masa 3 tahun ke depan hingga 2013. Sampai tulisan ini diterbitkan, masih banyak lingkungan yang belum menentukan siapa yang akan meneruskan tampuk kepemimpinan tingkat bawah.

Kalau pada periode yang lalu banyak orang-orang muda yang tampil sebagai pemimpin lingkungan semoga periode ini lebih banyak orang-orang enerjik yang tampil.

Anehnya, untuk mencari seorang ketua bagi komunitasnya terasa begitu sulit. Banyak yang menolak dan tidak sedikit yang berdalih macam-macam. Apa yang sulit untuk mencari seorang pemimpin bagi komunitasnya saat ini??

Tulisan berikut ini saya ambil dari sebuah buku yang cukup menarik yang berjudul : SIAP MENJADI PENGURUS LINGKUNGAN - terbitan Obor, Jakarta. Buku mungil ini ditulis oleh seorang pastor dari Malang yang bernama Didik Bagiyowinadi, Pr.

Berikut ini cuplikan dari buku tersebut yang mencoba menjawab pergumulan konkret di lapangan.

APA SIH UNTUNGNYA MENJADI PENGURUS LINGKUNGAN?

Dalam pembahasan spiritualitas pelayanan murah hati kita melihat bahwa menjadi pengurus lingkungan sama sekali tidak ada bayarannya. Hal ini sejalan dengan semangat pelayanan St.Paulus, “Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil” (1 Kor 9:18). Maka bila menjadi pengurus lingkungan dengan motivasi mendapatkan keuntungan, niscaya kita akan kecewa. Maka pola pikir kita mesti dibalik, bukan kita melayani umat lingkungan SUPAYA kita mendapatkan berkat, melainkan kita mau melayani umat lingkungan KARENA SUDAH menerima berkat dari Tuhan. Pelayanan kita merupakan ungkapan syukur atas berkat yang Tuhan limpahkan kepada diri dan keluarga kita masing-masing.

Dalam hal ini saya tidak mengajak Anda untuk “berdagang dengan Tuhan”, menuntut kelimpahan “berkat jasmani”-Nya di masa mendatang lantaran kita sudah banyak berjerih payah dan berkorban untuk Gereja. Kita tidak menutup kenyataan bahwa dengan terlibat dalam pelayanan sebagai pengurus lingkungan tidak berarti kita akan dibebaskan dari penyakit dan aneka masalah. Bahkan ada mantan ketua lingkungan yang terkena stroke ataupun ekonomi keluarganya tetap pas-pasan saja.

Apakah dengan demikian, segala jerih-lelah dan pengorbanan kita ini hanya sia-sia belaka? Bagi pelayanan dan pengembangan umat lingkungan jelas tidak! Tetapi bagi hidup pribadi dan keluarga kita masing-masing? Tanpa harus bermental “dagang dengan Tuhan”, mari kita meyakini Firman Tuhan seperti yang ditulis oleh St. Paulus dan penulis Surat Ibrani berikut ini:

Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu; kamu akan diperkaya dalam segala macam kemurahan hati, yang membangkitkan syukur kepada Allah oleh karena kami. (2 Kor 9:10-11).

Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman. (Gal 6:9-10).

Sebab Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang (Ibr 6:10).

Kita akan menuai kebaikan dan kemurahan dari Tuhan melalui aneka pribadi dan peristiwa dan hal itu tidak harus berbentuk kelimpahan berkat jasmani (kekayaan dan kesehatan) dan juga tidak selalu berasal dari orang yang kita layani. Perjumpaan dengan aneka pribadi di lingkungan dan pengalaman melayani umat lingkungan, niscaya juga memperkaya hidup pribadi kita masing-masing. Bagaimana hal ini terbukti dalam pengalaman? Kiranya Anda bisa berbagi pengalaman iman dengan para (mantan) pengurus lingkungan.

Lebih lanjut simak ulasan aneka problematik pelayanan umat di lingkungan dalam buku SIAP MENJADI PENGURUS LINGKUNGAN, terbit bulan NOV 2008 ini.

Rasanya, kalo kita mau menyadari ini, memilih seorang ketua lingkungan bukan menjadi sebuah PR yang begitu berat. Sudah sadarkah kita???